Kamis, 20 November 2014

Cagar Budaya Lembata (Situs Rumah Adat Suku Lewu Golok - Blolong B)

Situs Kampung Lama Lewu Golok ini milik suku Lewu Golok (Blolong B) dan terdapat di desa Lolong, kecamatan Nagawutung. Terletak didaerah perbukitan arah utara desa Lolong dengan jarak dari pusat desa kira-kira  3km dan waktu tempuh dengan berjalan kaki kira-kira 1,5 jam. Situs ini memiliki 3 (tiga) buah bangunan rumah adat yang semuanya berbentuk rumah panggung dengan fungsi dan ukuran yang berbeda, yakni :
1.     Rumah Adat Una Kedak, sebagai tempat pelaksanaan ritual adat. Bangunan ini berdinding dengan ukuran kira-kira 6 x 4m² itu memiliki 4 (empat) tiang utama dan 1 (satu) pintu masuk. Seluruh bagian bangunannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu,rumput alang-alang dan bambu. Di dalam rumah adat tersimpan beberapa benda cagar budaya, seperti Nowi, Kremo (sarung adat), Deko, Labur,, samurai/Blida yang digunakan nenek moyang sebagai alat garis batas tanah dengan suku Lama Lele, tombak, parang, wadah berisi Wure  (kerikil leluhur), dan Kuje kela (periuk tanah). Tampak semua benda cagar budaya itu masih asli dan terjaga dengan baik.

 2.       Rumah adat Koker, sebagai tempat penyimpanan Ata Kore Maguja (tulang tengkorak leluhur). Rumah koker tanpa dinding dengan ukuran kira-kira 4 x 2 m² ini memiliki 4 tiang utama penyangga atap. Seluruh bagian bangunannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu, bambu dan daun kelapa. Dalam koker tersimpan dengan sangat rapih 62 (enam puluh dua) buah tulang tengkorak manusia leluhur, yang sudah dipisahkan sesuai jenis kelamin, dengan rincian 37 (tiga puluh tujuh) buah tengkorak laki-laki dan 25 (dua puluh lima) buah tengkorak perempuan.

 3.       Rumah adat Weta (lumbung),merupakan tempat penyimpanan hasil panen. Bangunan berdinding dengan ukuran kira-kira 5 x 3m² itu memiliki 4 tiang utama dan 1 pintu masuk. Seluruh bagiannya terbuat dari bahan lokal seperti kayu, bambu dan daun kelapa. Benda cagar budaya yang tersimpan di dalamnya antara lain:


a)      Tikar tua (Osa) dari anyaman daun lontar dan berukuran kira-kira 5 x 3m² berfungsi sebagai tempat meletakkan hasil panen pada saat ritual syukuran dan selanjutnya disimpan ke dalam weta (lumbung). Menurut nara sumber, benda ini berasal dari suku Berani Ona di desa Wuakerong kecamatan Nagawutung yang pada waktu itu digunakan sebagai balasan mas kawin (Oi Wera)        
b)      Sebuah lesung panjang berukuran kira-kira 1,5m x 0,5m dan sebatang alu, yang diyakini sebagai perahu dan pendayung yang digunakan nenek moyang mereka untuk menyeberang dari Lewotobi (Flores Timur) ke Lewo Golok.
c)       Kuburan Tua yang terbuat dari susunan lempengan batu alam. Kuburan ini milik Kepala Suku Lewu Golok bernama Mr. Petrus Kia Basa Blolong, anak dari Mr. Warawatu Blolong. Sedangkan kepala pemerintahan di kampung pertama waktu itu adalah Mr. Pati Belef Blolong. Kepala Suku pertama Mr. Beda Malika Blolong


d)      2 (Dua) Rumpun Bambu Sejarah (Bambu Kilat hitam dan Putih - Auwujo)
Konon sudah ada sejak jaman nenek moyang dimana di bawa oleh nenek moyang yang bernama Mr. TOBI LAMAOLE dan Mrs. OSE LEWOTOBI dari Lewotobi - Flores. dimana tempat perhentian pertama meraka adalah di Bukit LAMAINGU (Tanjung Naga) Mingar - Lembata bersama semua keluarga yang lain. karena kesulitan mendapatkan air, dan kencangnya angin di di musim tertentu sehingga mereka pindah ke bukit yang lebih berpotensi kehidupan yang sekarang di namakan LEWU GOLOK. dari bambu ini mereka bisa mendapatkan
api dengan cara Bambu Putih (Auwujo) di belah bagi dua dan di gesek sehingga dari situlah munculnya api dan mereka bisa mendapatkan kehidupan (memasak dll). Kedua jenis bambu ini memiliki perbedaan. Bambu kilat hitam  lebih tebal, sedangkan Bambu kilat Putih - Auwujo lebih tipis). Bambu ini khusus digunakan untuk membangun atau memperbaiki bangunan rumah adat di situs kampong lama Lewu Golok. Uniknya, bambu  ini memiliki struktur yang sangat berbeda dengan bambu pada umumnya, karena memiliki ruas yang lebih panjang, bersih alamiah, tipis dan anti rayap.

Hampir semua suku di daratan gunung Mingar di jaman waktu itu mendapatkan api dari suku Lewu Golok. Suku yang pertama menerima api adalah Suku Lama Lele atas nama Mrs. Ina Ose Gatana (Istri dari Mr. Ama Laba Gatobi), dimana waktu itu Ina Ose berada di atas pohon Asam dekat Rumah adat Lamalele, dan mencium bauh bakar dan melihat asap api, dari situlah Ama Laba menyuru Ina ose untuk meminta Api di Lewu Golok (pagi hari). dari situlah Ama Laba Gatobi memberikan/membagi sebagian tanah menggunakan Samurai (Blida) untuk Lewu Golok dari kaki bukit Lamalele - Bukit Osepau - Bukit Deukoli - Bukit Nuba Puke - Lembah Beda Gele - sampai ke Enaj Mitem (Pantai Pasir Hitam) kemudian dari bibir pantai Enaj Mitem ke daratan Timur Topi Rudu - Patapuu dimana sampai berbatasan dengan Atawua.

 Suku Lamalele adalah Tuan Tanah Asli sehingga mereka memberikan sebagian Tanah untuk Suku Lewu Golok. jadi boleh di katakan barter system di terapkan waktu itu. Lewu Golok memberikan Api, Sedangkan Lamalere memberikan sebagian tanah. Bahasa nenek moyang waktu itu adalah : "Lije pape lau wata, Ulu re je ili" yang artinya Sebelah kaki ada di bibir pantai, kepalanya di gunung yang artinya itu adalah Tanah milik Suku Lewu Golok yang di berikan dari Suku Lama Lele oleh Mr. Ama Laba Gatobi